Tribratanews.polri.go.id - Kupang. Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur, melalui Satuan Direktorat Reserse Kriminal Umum telah menetapkan tujuh tersangka kasus penyelundupan manusia dari Kendari, Sulawesi Tenggara, ke Australia melalui Kota Kupang. Tercatat lima warga asing asal Tiongkok diselundupkan oleh tujuh orang terdiri dari satu warga Tiongkok dan enam warga Indonesia.
Mereka ditangkap sejak Rabu, 8 Mei saat berlayar melintasi perairan Teluk Kupang menuju Australia. "Hari ini langsung kami tetapkan tujuh orang jadi tersangka," ujar Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda NTT, Kombes. Pol. Patar Marlon Hasudungan Silalahi, S.I.K., dilansir dari laman metrotvnews, Jumat (10/05/24).
Sedangkan tujuh tersangka dalam kasus ini yakni warga Tiongkok bernama Jiang Xiao Jia, dan enam warga Indonesia yakni Abang, Jamaludin, Marwin, Bustang, Masir, Rudi Tastan. Polisi telah mengamankan barang bukti, di antaranya lima paspor milik warga Tiongkok yang diselundupkan, handphone beserta alat casnya, dan satu kapal motor tanpa nama.
Baca Juga: Menteri PUPR Minta World Water Forum ke-10 Lancar tanpa Kendala
Dalam keterangannya, Dirreskrimum Polda NTT, mengatakan bahwa kapal tanpa nama itu bertolak dari Kabupaten Muna Barat, Sulawesi Tenggara, pada Sabtu, 4 Mei pukul 02.00 Wita, menuju Larantuka, Kabupaten Flores Timur, dan tiba pada Minggu dini hari, 5 Mei. Dari sana, mereka berlayar ke Kupang.
Namun, kapal motor mengalami kerusakan sehingga diperbaiki di Pulau Kera yang berjarak lima mil dari Kota Kupang. Setelah kapal diperbaiki, mereka melanjutkan pelayaran ke Kota Kupang dan tiba di Pelabuhan Rakyat Namosain, Kecamatan Alak. Saat akan melanjutkan pelayaran ke Australia, mereka ditangkap petugas dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) wilayah NTT yang sedang berpatroli sebelum dilaporkan ke polisi.
Saat diperiksa petugas dari KKP, ternyata kapal tidak dilengkapi dokumen pelayaran. "Diduga ada praktik penyelundupan orang sehingga dilaporkan ke polisi, kami langsung mengamankan mereka," jelasnya.
Atas perbuatannya, pelaku dijerat dengan Pasal 120 ayat 1 dan 2 Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dengan ancaman minimal lima tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara.
(fa/hn/nm)