Tribratanews.polri.go.id - Kupang. Bidpropam Polda NTT memiliki tugas utama dalam membina dan menyelenggarakan fungsi pertanggungjawaban profesi serta pengamanan internal. Hal ini mencakup penegakan disiplin dan ketertiban di lingkungan Polda NTT, serta menyediakan pelayanan pengaduan masyarakat terkait penyimpangan tindakan anggota atau PNS Polri.
Berdasarkan Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2018, struktur organisasi Bidpropam terdiri dari tiga sub bidang: Sub Bidang Wabprof (fungsi pertanggungjawaban profesi), Sub Bidang Paminal (fungsi pengamanan internal), dan Sub Bidang Provos (fungsi penegakan disiplin dan ketertiban). Selain itu, terdapat tiga sub bagian yang mendukung pelaksanaan tugas, yaitu Sub Bagian Renmin, Sub Bagian Yanduan, dan Sub Bagian Rehab.
Sanksi yang diterapkan oleh Bidpropam berdasarkan pelanggaran mencakup sanksi moral, disiplin, dan pidana. Pedoman perilaku dan moral diatur dalam Peraturan Polisi Nomor 7 Tahun 2022, sedangkan sanksi disiplin mengikuti Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003. Untuk tindak pidana, sanksi diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2003.
Dasar hukum untuk pelaksanaan tugas Bidpropam mencakup Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, serta berbagai peraturan dan pedoman yang mengatur kode etik profesi dan penyelesaian pelanggaran disiplin anggota Polri.
Kabidhumas Polda NTT, Kombes Pol. Ariasandy, S.I.K., menjelaskan pentingnya penerapan CATATAN PERSONEL (CATPERS) sesuai Peraturan Divisi Propam Nomor 1 Tahun 2016. CATPERS ini menjadi penting dalam menangani pegawai negeri pada Polri yang terindikasi melakukan pelanggaran disiplin, kode etik profesi, maupun tindak pidana.
Menurut Kombes Ariasandy, pegawai negeri Polri akan dinyatakan memiliki CATPERS dan statusnya dianggap belum selesai jika hasil penyelidikan PAMINAL menunjukkan indikasi kuat pelanggaran. Status tersebut meliputi pegawai yang masih dalam proses pemeriksaan oleh Propam, sedang menjalani penyidikan, proses persidangan, atau sedang dalam hukuman.
Dokumentasi yang mendukung CATPERS ini meliputi laporan hasil penyelidikan, surat keterangan dari Biro Provos, dan berbagai surat keterangan lain dari penyidik maupun pengemban fungsi rehabilitasi.
Lebih lanjut, Kombes Ariasandy menegaskan bahwa CATPERS dapat dinyatakan selesai jika pegawai tersebut telah menjalani sanksi disiplin atau pidana dan memperoleh surat keterangan tidak terbukti, tidak bersalah, serta rekomendasi penilaian dari pejabat berwenang.
Kabidhumas Polda NTT juga menekankan pentingnya proses rehabilitasi dan penegakan hukum yang adil, dengan tujuan untuk memberikan efek jera bagi pelanggar serta menjaga integritas Polri. Hukuman disiplin yang dijatuhkan dapat berupa penundaan pendidikan, kenaikan pangkat, dan kenaikan gaji berkala, dengan ketentuan waktu yang telah diatur.
Dengan adanya CATPERS, diharapkan pelanggaran di tubuh Polri dapat diminimalisir dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian dapat terjaga dengan baik.
Terkait permasalahan Ipda Rudi Soik yang melakukan pelanggaran disiplin dan kode etik profesi Polri yang dijatuhkan sanksi PTDH, Kabidhumas mengatakan semuanya sudah sesuai dengan SOP KKEP.
Berdasarkan catatan dari Bidpropam Polda NTT, Rudi Soik terlibat dalam 12 kasus pelanggaran selama bertugas.
"tujuh di antaranya terbukti bersalah dan telah menjalani berbagai hukuman. Riwayat pelanggaran disiplin yang berulang ini membuatnya dianggap tidak layak untuk dipertahankan sebagai anggota Polri, Pemberhentian tidak dengan hormat bukan keputusan yang mudah yang diambil untuk setiap anggota Polri, tetapi jika keputusan itu diambil, berarti anggota tersebut sudah tidak memenuhi standar etika kepribadian, kenegaraan, kelembagaan dan kemasyarakatan” jelas Kabidhumas pada Minggu (20/10/24).
(pt/hn/nm)
Bidpropam Polda NTT: Penjaga Disiplin dan Integritas Polri, Catatan Personel Jadi Tolak Ukur Pengawasan
20 October 2024 - 20:00
WIB
Polda NTT
in
Keamanan
Sign in to leave a comment