Tribratanews.polri.go.id - Jakarta. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah memperkuat kegiatan patroli yang berbasis pada data dan temuan di lapangan untuk menghadapi adanya potensi kejadian kebakaran hutan dan lahan (karhutla) meningkat di 2023.
“Kita masih punya banyak tantangan ke depan, cuaca dan anomalinya terus bergerak dan kita juga harus memastikan agar tidak terjadi dampak lanjutan seperti krisis air, krisis pangan dan krisis energi,” ujar Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim KLHK, Laksmi Dhewanthi, di Jakarta, Senin (19/6/23).
Laksmi menuturkan dalam rangka pencegahan karhutla meluas di seluruh Indonesia, KLHK telah secara permanen menjalankan patroli di lapangan seperti kawasan gambut dengan terus menjalin koordinasi bersama Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), untuk mendapatkan data riil terkait cuaca jika ada potensi terjadi El Nino berkepanjangan atau menemukan suatu anomali cuaca yang bisa menyebabkan kebakaran.
Basis data untuk menemukan titik api (hotspot) juga diperkuat dengan menggunakan bantuan dari sistem Fire Danger Rating (FDRS). Supaya risiko kebakaran, baik pada vegetasi hutan atau produknya bisa termonitor dengan baik, juga untuk memprediksi perilaku api yang nantinya bisa dijadikan panduan untuk pengambilan kebijakan di lapangan.
“Kemudian, kami juga memetakan daerah-daerah mana yang memang rawan (terjadi kebakaran) dalam waktu-waktu ke depan. Itu sudah konkret, karena waktu ke waktu kita harus terus menguatkan dan menyempurnakan sistem data dan informasi,termasuk early warning (peringatan dini),” jelas Laksmi.
Dari data tersebut, KLHK kemudian meningkatkan kecanggihan teknologi untuk melakukan modifikasi cuaca yang diantaranya digunakan untuk mengisi waduk-waduk di lahan gambut yang mengalami kekeringan.
Baca Juga: Wapres Ma'ruf Amin Doakan Timnas Indonesia Bermain Bagus Saat Lawan Argentina
Patroli pencegahan karhutla, kata Laksmi, saat ini berjalan semakin terpadu, karena tim yang bertugas terdiri atas lima orang dan berasal dari Manggala Agni, TNI/Polri, dinas terkait hingga masyarakat setempat. Keterlibatan masyarakat itu diperkuat dengan pembentukan Masyarakat Peduli Api (MPA).
Ia meminta semua pihak untuk bisa memahami bahwa penanganan bencana di satu daerah dengan daerah yang lain memiliki potensi bencana yang berbeda-beda, sehingga tata laksana pencegahannya harus disesuaikan dengan karakteristik masing-masing.
"Meski demikian, masyarakat harus tetap peduli terhadap lingkungannya dan terus meningkatkan literasi diri melalui data dan informasi yang konkret, sehingga dapat mengetahui cara menangani bencana seperti karhutla jika terjadi sewaktu-waktu," jelas Laksmi.
Sedangkan pemerintah daerah diminta untuk meningkatkan kesiapan, baik dari aspek perlengkapan, sarana dan prasarana hingga praktik baik atau strategi yang lebih ramah lingkungan dalam menghadapi karhutla agar dampaknya tidak meluas atau melintasi perbatasan negara.
“Kolaborasi dan sinergi dari berbagai pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah pusat sampai kabupaten/kota, masyarakat, TNI/Polri, akademisi dan seluruh unsur yang ada itu menjadi kata kunci, itu merupakan kekuatan kita di Indonesia. Kebersamaan, gotong royong untuk bisa mengatasi tantangan ini untuk masa depan yang lebih baik,” tutup Laksmi.
(ndt/hn/um)