Tribratanews.polri.go.id - Jakarta. Junk food sangat diminati cukup tinggi, makanan yang mengandung kalori, lemak, gula,dan garam yang tinggi. Ternyata sering mengkonsumsi junk food memiliki dampak yang cukup serius bagi tubuh.
Menurut Dosen sekaligus Peneliti Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair), Dr Siti Rahayu Nadhiroh, SKM M Kes., junk food rendah akan zat-zat gizi seperti vitamin dan mineral, namun tinggi akan kandungan energi, garam, gula, atau lemak.
Junk food yang mengandung lemak dan garam tinggi contohnya adalah hamburger, pizza, ayam goreng tepung, kentang goreng yang penyajiannya tidak disertai buah dan sayur, serta berbagai jenis keripik.
Alasan disebut junk food karena makanan jenis ini tidak berperan dalam pola makan yang sehat. Khususnya jika dikonsumsi secara berlebihan.
Baca Juga: Wakapolri Tegaskan Polri-TNI Jaga Netralitas untuk Hadirkan Pemilu Damai
Dalam keterangannya ia menjelaskan bahwa memang muncul keraguan atas klaim bahwa konsumsi junk food bisa berdampak serius. Hal itu terjadi karena efek terlalu banyak atau mengkonsumsi junk food berlebihan bersifat jangka panjang. Masalah kesehatan serius baru akan muncul di kemudian hari, sehingga orang baru menyadari konsekuensinya. Studi dan penelitian telah membuktikan efek negatif jangka panjang dari kebiasaan mengkonsumsi junk food itu.
“Dampaknya mungkin tidak dirasakan langsung. Tetapi banyak penelitian telah membuktikan efek negatif dari kebiasaan mengkonsumsi junk food,” ujarnya, dilansir dari Kumparan.com, Rabu (7/2/24).
Beragam efek yang akan timbul akibat berlebihan mengkonsumsi junk food. Dampak jangka pendeknya, misalnya rasa lelah, kembung, dan sulit berkonsentrasi. Sementara dampak jangka panjangnya dapat meningkatkan risiko obesitas, diabetes, penyakit kardiovaskular, hipertensi, dan stroke. Terlalu banyak lemak jenuh dalam junk food dapat meningkatkan produksi kolesterol “jahat” dalam tubuh. Hal ini meningkatkan risiko terkena penyakit jantung.
Selanjutnya, ia juga menyoroti bahwa konsumsi junk food dapat mengganggu fungsi otak, mengurangi konsentrasi, dan merusak ingatan. Serat yang kurang pada junk food membuat perasaan kenyang tidak bertahan lama. Hal itu menyebabkan penurunan energi dan peningkatan rasa lapar.
Dalam konteks risiko kesehatan, faktor-faktor lain seperti gaya hidup dan faktor genetik juga berperan. Kebiasaan mengonsumsi junk food banyak dipengaruhi oleh ketersediaan, paparan iklan dan kesadaran individu. Upaya perubahan perilaku menuju pola makan sehat memerlukan kolaborasi antara individu, pemerintah, akademisi, dan masyarakat.
“Untuk mengurangi dampak buruk konsumsi junk food, perlu adanya pembatasan penjualan dan iklan junk food, promosi makanan sehat sesuai gizi seimbang, dan penelitian lebih lanjut terkait perubahan perilaku," tutupnya.
(fa/hn/nm)