Tribratanews.polri.go.id - Jakarta. Nanoplastik merupakan jenis polusi plastik yang paling mengkhawatirkan bagi kesehatan manusia. Hal ini karena ukurannya yang sangat kecil dapat menyerang sel dan jaringan di organ-organ utama.
Mikroplastik tak hanya menjadi masalah utama dalam lingkungan, tetapi juga berdampak pada kesehatan manusia. Fragmen plastik ini memiliki dampak lingkungan yang serius karena sulit diurai oleh organisme dan cenderung terakumulasi dalam lingkungan dan rantai makanan.
Sementara itu, dalam sebuah studi baru, peneliti mengungkap air minum kemasan yang dijual di toko di Amerika Serikat bisa mengandung 10 hingga 100 kali lebih banyak potongan plastik dibanding perkiraan sebelumnya. Ukuran partikel itu sangat kecil sehingga tidak dapat dilihat di bawah mikroskop atau seukuran nanoplastik.
Baca Juga: Polres Kupang Gagalkan Penyelundupan 12 Calon PMI Ilegal ke Malaysia
Dengan lebar rata-rata 1.000 dari rambut manusia, nanoplastik berukuran sangat kecil sehingga dapat bermigrasi melalui jaringan saluran pencernaan atau paru-paru ke dalam aliran darah, menyebarkan bahan kimia sintetis yang berpotensi berbahaya ke seluruh tubuh dan ke dalam sel.
Penelitian tersebut juga menemukan, dalam satu liter air kemasan, rata-rata terkandung 240.000 partikel plastik dari tujuh tipe plastik, yang sekitar 90 persennya dikenali sebagai nanoplastik dan sisanya mikroplastik.
Sherri Mason, pakar keberlanjutan yang pertama meneliti tentang adanya mikroplastik dan nanoplastik di botol kemasan, menyebutkan kita perlu mengurangi penggunakan botol atau wadah plastik.
"Orang tidak mengira kalau plastik akan luruh, tetapi hal itu yang terjadi. Ini mirip dengan sel kulit yang juga luruh," ujar Mason.
"Plastik terus-menerus mengeluarkan potongan-potongan kecil yang pecah, seperti saat Anda membuka wadah plastik untuk salad yang dibeli di toko atau keju yang dibungkus dengan plastik," imbuhnya.
Tak hanya itu juga berpotensi mengganggu proses seluler dan menumpuk bahan kimia yang mengganggu endokrin seperti bisfenol, phthalate, penghambat api, zat per dan polifluorinasi, atau PFAS, dan logam berat.
"Semua zat-zat kimia itu dipakai di pabrik plastik, sehingga jika plastik bisa masuk ke tubuh kita maka zat kimia itu akan terbawa. "Dan karena suhu tubuh lebih tinggi dibandingkan suhu di luar, bahan kimia tersebut akan bermigrasi keluar dari plastik dan berakhir di tubuh kita," terangnya.
Dalam penelitian pada mencit bunting, peneliti menemukan zat kimia plastik di otak, jantung, liver, ginjal, dan paru-paru pada janin 24 jam setelah si induk menghirup partikel plastik.
Salah satu peneliti Phoebe Stapleton menyebutkan, saat ini mikro dan nanoplastik telah ditemukan di plasenta manusia. "Mereka ditemukan di jaringan paru-paru manusia. Mereka ditemukan di kotoran manusia, mereka ditemukan dalam darah manusia," tuturnya.
Penelitian terbaru yang dilakukan tim dari Universitas Columbia mengungkap, mikroplastik dan nanoplastik bisa menjadi plak di arteri manusia dan berpotensi meningkatkan risiko terkena serangan jantung, stroke, dan kematian.
Meski sudah banyak penelitian tentang keberadaan partikel plastik tersebut, tetapi apakah hal tersebut berpengaruh langsung dengan timbulnya penyakit tertentu pada manusia. Namun, setidaknya hasil riset para ahli itu bisa menjadi peringatan serius bagi semua pihak untuk meningkatkan standar keamanan plastik.
(sy/pr/nm)