Tribratanews.polri.go.id - Jakarta. Sebuah studi terbaru dari University of Southern California mengungkap remaja yang mengonsumsi junk food tinggi lemak dan gula dapat menderita kerusakan otak dalam jangka panjang, khususnya gangguan memori.
Dalam penelitian, para peneliti di universitas tersebut memberi tikus makanan tinggi lemak, kemudian menjalankan riset melalui serangkaian tes memori dan melacak tingkat neurotransmitter yang terkait dengan memori dan pembelajaran.
Profesor ilmu biologi di USC Dornsife College of Letters, Arts and Sciences mengemukakan penelitian ini dilakukan dengan meneliti hewan tikus.
"Dalam beberapa penelitian terbaru, jika tikus-tikus ini tumbuh dengan pola makan junk food, maka mereka akan mengalami gangguan ingatan yang tidak kunjung hilang," ungkap Scott dikutip dari laman New York Post pada Selasa (23/4/2024).
"Jika Anda (kemudian) menerapkan pola makan sehat pada mereka, sayangnya efek ini akan bertahan hingga masa dewasa," sambungnya.
Studi ini menggunakan penelitian yang sudah ada mengenai penyakit Alzheimer. Menurut Asosiasi Alzheimer, penyakit tersebut sejenis demensia yang memengaruhi pemikiran, perilaku, dan ingatan.
Orang dengan Alzheimer memiliki tingkat neurotransmitter otak yang lebih rendah yang disebut asetilkolin, yang berperan penting dalam pergerakan otot tak sadar, gairah, pembelajaran, dan perhatian.
Untuk mengetahui dampak pola makan terhadap kesehatan otak, tim peneliti mempelajari kadar asetilkolin pada tikus yang menjalani diet berlemak dan bergula, dibandingkan dengan tikus dalam kelompok kontrol dengan melacak respons otak mereka terhadap aktivitas pengujian memori seperti menemukan objek baru di lokasi berbeda.
Hasilnya, tikus pada kelompok kontrol mampu mengenali objek baru sedangkan tikus pada kelompok junk food tidak dapat mengingatnya.
Kanoski menyebut masa remaja adalah masa ketika otak sedang berkembang sehingga mereka bertanya-tanya tentang dampak pola makan Barat yang tidak sehat terhadap perkembangan otak, dan apakah dampaknya dapat dibalik atau tidak.
"Namun sayangnya, beberapa hal yang mungkin lebih mudah dibalikkan pada masa dewasa, kurang dapat diubah jika terjadi pada masa kanak-kanak," tukasnya.
(mz/hn/nm)