Tribratanews.polri.go.id - Jakarta. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menawarkan solusi untuk membantu keluarga Indonesia yang berpenghasilan rendah agar bisa memiliki rumah tahan dari bencana gempa bumi.
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, mengatakan Indonesia salah satu negara rawan gempa bumi karena unsur geografi wilayahnya yang kompleks sehingga sangat membutuhkan konstruksi bangunan yang tangguh.
Namun, menurut dia, untuk memenuhi spesifikasi rumah tahan gempa sering kali diperlukan konsultasi dengan ahli konstruksi, yang meningkatkan biaya jauh di atas kemampuan masyarakat di daerah sub-urban. Mereka biasanya mengeluarkan biaya pembangunan rumah tidak melebihi Rp50 juta.
"Jadi dapat disimpulkan ada dua syarat utama untuk pembangunan rumah tahan gempa yakni pertama harus murah, dan kedua harus dapat dilakukan oleh masyarakat umum tanpa keterlibatan ahli konstruksi," jelas Kapus Abdul, Selasa (24/9/24).
Baca Juga: Polres Majalengka Bongkar Praktik Pembuatan dan Peredaran Uang Palsu
Kapus Abdul memaparkan, dalam hal ini salah satu solusi sederhana yang diusulkan BNPB kepada pihak terkiat di tingkat pusat dan daerah ataupun masyarakat yaitu dengan cara menambahkan kawat anyaman galvanis (biasa untuk kandang ayam) sebagai pelapis dinding rumah.
BNPB mengkonfirmasi metode konstruksi tersebut sudah diuji di Jepang dan terbukti efektif untuk rumah sederhana tipe 3x6 meter. Biaya bahan baku terjangkau dengan standar harga di dalam negeri diperkirakan hanya sekitar Rp1,5 juta hingga Rp2 juta per rumah.
Kapus Abdul mengungkapkan metode itu cukup realistis digunakan di Indonesia yang jumlah penduduk berpenghasilan rendah dan sangat miskin sebanyak 26,5 juta jiwa berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2021.
Dari jumlah tersebut diasumsikan satu keluarga terdiri dari lima orang berarti ada sekitar lima juta keluarga yang membutuhkan rumah tahan gempa. BNPB memandang dibutuhkan biaya maksimal Rp5 juta per keluarga dengan metode tersebut dan hal ini salah satunya dapat diakomodasi melalui pemanfaatan dana desa.
"Indonesia ada 50 ribu desa rawan gempa. Jika setiap dana desa disisihkan Rp50 juta per tahun untuk itu. Maka dalam satu tahun dapat dibangun rumah untuk 500 ribu keluarga, dan dalam 10 tahun ada sebanyak lima juta keluarga bisa mendapatkan rumah tahan gempa," terang Kapus Abdul.
BNPB menilai solusi tersebut sangat krusial karena setiap kali gempa terjadi, kerusakan rumah akan selalu berbanding lurus dengan banyaknya korban jiwa. Hal ini dapat dibuktikan setidaknya melalui data BNPB tiga tahun terakhir.
BNPB mencatat pada 2021 terdapat 37.422 rumah rusak dengan 122 korban jiwa. Selanjutnya pada 2022, jumlah rumah rusak meningkat menjadi 68.644 dengan 638 korban jiwa, sementara pada 2023, tercatat 4.704 rumah rusak dengan 6 korban jiwa.
Kapus Abdul menekankan bahwa melalui pendekatan preventif dalam pembangunan rumah tahan gempa seperti ini tidak hanya akan mengurangi jumlah korban di masa mendatang, tetapi juga menghemat anggaran rehabilitasi - rekonstruksi, yang selama ini dikeluarkan pemerintah pusat melalui BNPB mencapai Rp15-60 juta per rumah yang rusak akibat bencana.
(ndt/hn/nm)