Jangan Lengah dengan Ancaman Terorisme

11 March 2022 - 00:44 WIB

Tribratanews.polri.go.id - Sukoharjo. Kita tak pernah boleh lengah, ancaman teror selalu ada di mana-mana dan kerap membuat kita tak menduga.

Beruntung Polri senantiasa tekun bekerja. Rabu malam (9/3/22) lalu, Densus 88 Antiteror Polri bahkan sampai terlibat kejar-kejaran mobil dengan terduga teroris asal Sukoharjo, Dr. Sunardi.

Sunardi sempat menabrakan mobilnya ke bagian depan rumah warga di kawasan Cendana hingga rusak.

Sebelumnya Sunardi sempat melawan dan menabrak mobil Densus 88 kemudian menabrak tembok hingga terpaksa Polri menembak terduga teroris hingga tewas.

Sebelumnya, Densus 88 menangkap 11 terduga teroris pada Senin (7/3/22). Para terduga teroris itu ditangkap di dua provinsi berbeda, Enam di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dan lima terduga teroris lainnya ditangkap di Provinsi Lampung.  

Jelas sudah, ancaman terorisme itu nyata dan berbahaya. Sebelumnya, di awal tahun, aksi terorisme terjadi di depan Gereja Katedral, Makassar dan Mabes Polri, Jakarta. Kalau sudah begini, masyarakat sebaiknya menghentikan opini-opini konspirasi yang tidak berdasar, tidak bertanggung jawab, dan justru memperkeruh situasi.

Ada dugaan, ancaman teror yang menguat belakangan ini berkaitan dengan kepulangan warga negara Indonesia (WNI) yang tergabung sebagai foreign terrorist fighter (FTF) di luar negeri. Mereka pulang ke Tanah Air melalui jalur ilegal.

Selanjutnya, ada fenomena teror seorang diri atau lone-wolf. Ini juga meningkat dalam beberapa waktu terakhir imbas penyebaran paham radikalisme di media sosial.

Ancaman teror lainnya antara lain serangan terhadap simbol negara, pemanfaatan platform media sosial baru, serta infiltrasi jaringan teror ke institusi pemerintah. Ada dugaan bahwa kelompok teroris ingin mendapatkan dukungan dari pihak-pihak yang bekerja di sektor pemerintahan, termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN), agar dapat memanfaatkan sumber daya yang dimiliki oleh negara.

Ini bukan, isapan jempol belaka, beberapa tersangka yang pernah ditangkap Densus, mereka bekerja di institusi resmi. Sebuah kemajuan, jika melihat pola JI sebelumnya yang tidak membolehkan anggotanya masuk lembaga pemerintahan.

Seperti sumpah tiga terpindana mati bom Bali, Ali Gufron alias Muklas, Imam Samudra dan Amrozi yang melarang keluarganya masuk pegawai negeri.

Share this post

Sign in to leave a comment