Tribratanews.polri.go.id - Jakarta. Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) terus melakukan sosialisasi akan kesadaran membangun resiliensi anak menghadapi dampak dari perubahan iklim.
Sosialisasi itu sebagai bentuk nyata partisipasi dalam upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan dan Pemuda Kemenko PMK Woro Srihastuti Sulistyaningrum menjelaskan kementeriannya bekerja sama dengan organisasi nonprofit Save The Children Indonesia mengadakan seminar untuk menyadarkan dampak perubahan iklim terhadap anak-anak dan perlunya upaya meningkatkan ketahanan mereka menghadapi kondisi tersebut.
"Makanya sedang kita dorong untuk sama-sama meningkatkan penyadaran kepada semua pihak sampai kepada tingkat daerah untuk bersama-sama bekerja mengatasi dampak perubahan iklim terhadap anak dan juga membangun resiliensi dari anak-anak. Jadi tadi disampaikan bahwa kita ingin anak-anak tidak hanya sebagai objek tetapi juga sebagai subjek," ujar Deputi Woro, Kamis (25/4/24).
Baca Juga: Wapres Ma'ruf Amin Minta Seluruh Pihak Identifikasi Faktor Penghambat Penurunan Kasus Stunting
Ia menjelaskan pemerintah mendorong agar anak-anak juga berpartisipasi di dalam upaya membangun ketahanan diri atau resiliensi diri mereka, keluarga dan lingkungannya agar bisa melakukan adaptasi dengan dampak dari perubahan iklim.
"Jadi mereka yang nantinya juga menentukan bentuk-bentuk kegiatan yang tentunya relevan dengan kondisi yang ada di sekitar mereka untuk apakah itu dorong atau mereka kampanyekan dan seterusnya. Jadi memang kita memberikan ruang seluas-luasnya bagi anak muda untuk ikut berpartisipasi aktif di dalam mengkampanyekan, ikut terlibat dalam prosesnya dan seterusnya termasuk dalam pembuatan kebijakannya," jelas Deputi Woro.
Dia juga menyatakan dukungan terhadap kegiatan yang dilaksanakan para pemangku kepentingan untuk menciptakan resiliensi anak terhadap perubahan iklim demi memastikan sosialisasi menjangkau masyarakat di akar rumput.
Hal itu dilakukan mengingat krisis iklim juga merupakan krisis hak anak-anak. Data Kementerian Kesehatan pada 2021 memperlihatkan kejadian infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), pneumonia dan diare menimpa lebih dari 20 persen anak Indonesia di bawah usia 5 tahun dan menjadikannya sebagai penyebab utama kematian bayi dan balita.
Pencemaran lingkungan turut berkontribusi terhadap penyakit-penyakit tersebut, termasuk ISPA yang dapa disebabkan oleh polusi udara.
(ndt/hn/nm)