Tribratanews.polri.go.id - Jakarta. Bau tidak sedap tercium saat kompetisi sepakbola profesional Indonesia, Liga 1, memasuki putaran akhirnya. Bukan dari dalam lapangan, masalah berhembus dari luar lapangan, saat Polri mengumumkan adanya aliran dana pada sejumlah klub peserta Liga 1, dari investasi bodong yang menggunakan robot trading, Viral Blast.
Salah satu klub yang mendapat sponsor besar, dan menempatkan logo Viral Blast di kostumnya, Madura United, terpaksa mencabut logo tersebut dari jersey kebesaran mereka.
Tidak saja aliran dana, klub kebanggaan orang Madura tersebut ternyata juga dimanejeri petinggi Viral Blast, Zainal Hudha Purnama, yang sudah ditetapkan Polri sebagai tersangka. Tentu saja kasus ini mencoreng dunia sepakbola Indonesia, yang sebenarnya tengah berupaya bangkit kembali setelah sempat vakum saat awal pandemi tahun lalu.
Apalagi diisukan juga, selain Madura United, beberapa klub lain juga menerima guyuran sponsor dari Viral Blast.
Menurut pengamat industri olahraga, Rahmat Edi Irawan, harusnya kasus Viral Blast ini bisa menjadi pelajaran bagi dunia sepakbola dan dunia olahraga Indonesia secara keseluruhan. Klub sepakbola atau industri olahraga tetap harus berhati-hati dalam menerima aliran uang yang mereka terima.
"Mereka tetap harus bijak dalam melakukan kerjasama dengan pihak ketiga, atau menerima profil siapapun yang akan masuk pengelolaan klub atau cabang olahraga, untuk tidak menyulitkan mereka di masa depan," ujar Rahmat Edi.