Tribratanews.polri.go.id - Jakarta. Kerja sektor public relations atau hubungan masyarakat saat ini tidak cukup hanya berkaitan dengan media tradisional. Kehadiran media sosial dan teknologi digital membawa tantangan tersendiri bagi praktisi humas pemerintah atau Government Public Relations (GPR).
Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo), Nezar Patria, S.Fil., M.Sc., M.B.A., mengingatkan agar praktisi humas pemerintah untuk adaptif dan inovatif dalam menghadapi dinamika teknologi dan informasi yang terjadi.
"Yang pertama PR itu harus adaptif dengan perkembangan, lalu yang kedua harus inovatif, terus yang ketiga itu harus bisa memperhitungkan ataupun memprediksikan kemungkinan yang tidak terduga dari dinamika informasi yang terjadi," ujarnya, dilansir dari Kominfo, Kamis, (22/02/24).
Dalam keterangannya ia menyatakan saat ini humas tidak hanya berhadapan dengan media mainstream yang biasanya dikaitkan dengan kemasan berita atau siaran pers. Keberadaan media sosial menjadikan fenomena deep mediatization terjadi.
Baca Juga: Kapolda NTT Pimpin Kegiatan Olahraga Bersama Personel Polda NTT
Menurutnya dia fenomena ini dapat digambarkan sebagai situasi media mainstream yang masih memakai news value tradisional. Sementara, di media sosial, apapun bisa memiliki news value, memainkan sentimen, dan menjadikan isu yang remeh-temeh menjadi viral.
“Deep mediatization ini melahirkan satu kultur yang berbeda. Cara kita menyerap informasi berbeda. Nah, karena itu kerja dan strategi PR kita harus menyesuaikan dengan ini,” jelasnya.
Digitalisasi juga menjadikan masyarakat bukan sebagai pengguna media yang loyal. Wamenkominfo menyatakan saat ini, setiap orang tidak hanya membaca satu media, namun pada saat bersamaan juga membaca lima atau tujuh media lain.
“Setiap orang bisa update dengan informasi, melihat di X, facebook, instagram, whatsapp dan lain,” ujarnya.
Selanjutnya ia menekankan salah satu tantangan yang dihadapi praktisi humas pemerintah berkaitan dengan sumber informasi di masyarakat yang tidak terjamin kebenarannya terutama dari platform media sosial.
“Fenomena ini membutuhkan humas pemerintah yang mampu merespons situasi dinamis yang terjadi dalam dunia komunikasi. GPR saat ini harus juga berubah untuk merespons situasi-situasi atau kondisi-kondisi baru dalam dunia komunikasi," ujarnya.
Diakhir kesempatan ia mendorong praktisi humas pemerintah meningkatkan keahlian dalam mengolah informasi dari Pemerintah untuk disampaikan kepada masyarakat melalui berbagai kanal yang dimiliki. Menurutnya, dengan keahlian yang dimiliki maka humas pemerintah dapat membangun strategi komunikasi yang lebih baik dan bisa menjernihkan disinformasi yang beredar di masyarakat.
"GPR atau government PR itu bisa me-leverage kapasitasnya, bisa memperkuat kemampuannya, menajamkan skill-nya untuk bisa lebih efektif membangun satu strategi komunikasi yang lebih mantap dan juga bisa berperan sebagai penjernih informasi di tengah kekacauan informasi yang terjadi," tutupnya.
(fa/pr/nm)