Dalam penanganan unjuk rasa di lapangan, Polri tidak akan melakukan tindakan represif seandainya demonstrasi berjalan damai dan tertib. Karena polisi hanya menindak pelaku anarkis yang berada bersama demonstran.
Namun ketika demonstrasi atau unjuk rasa mengarah pada tindakan anarkis apa lagi sampai merusak fasilitas milik publik, maka sudah menjadi tugas Polri melakukan tindakan pengamanan secara terukur.
Seperti yang disampaikan Brigjen Awi Setiyono, Senin (26/10) bahwa tindakan Polri terhadap unjuk rasa yang anarkis itu bertujuan untuk mengurai massa. Tujuan akhirnya adalah untuk menjamin terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat yanh lebih luas.
Dalam setiap pengawalan unjuk rasa (demonstrasi), Brigjen Awi Setiyono menegaskan bahwa anggota Polri dibekali dengan pendidikan HAM, anggota Polri juga diajarkan soal psikologi massa. Anggota Polri dengan demikian akan bertindak sesuai ekskalasi yang terjadi di lapangan.
Untuk antisipasi aksi anarkis di lapangan Polri bertindak dengan menggunakan tangan kosong untuk melindungi diri. Selain itu Polri dibekali perangkat-perangkat untuk pengamanan unjuk rasa (demonstrasi) seperti pentungan, tameng, menggunakan water cannon, dan tembakan gas air mata.
Semua perangkat yang digunakan Polri di lapangan dalam penanganan aksi unjuk rasa sejak 6 Oktober - 8 Oktober dan setelahnya, sebenarnya sudah sesuai SOP dan menjadi standa kepolisian internasional.
Apa yang dilakukan Polri saat pengaman unjuk rasa 6 Oktober - 8 Oktober dan setelahnya, mendapatkan suport dari tokoh bangsa Ahmad Syafii Maarif. Mantan Ketua PP Muhammdiyah itu menyatakan bahwa demonstrasi untuk menyampaikan pendapat dijamin oleh UU dengan syarat dilakukan secara damai dan sopan. Namun Buya Syafii Maarif juga meminta agar hukum ditegakkan apabila aksi demonstrasi mengganggu ketentraman publik, salah satunya apabila pengunjuk rasa melakukan perusakan fasilitas umum dan bertindak anarkis. Buya Syafii Ma'arif meminta polisi melakukan tindakan hukum terhadap aksi unjuk rasa anarkis dan mengganggu ketertiban umum.
Tindakan Polri saat penananganan unjuk rasa penolakan UU Ciptaker yang berujung anarkis dan rusuh sudah sesuai aturan hukum. Polri bertindak sesuai dengan standar prosedur penanganan unjuk rasa. Polri bertintak secara terukur atas tindakan para pengunjurasa yang anarkis.
Ada baiknya publik bersikap adil dalam menilai unjuk rasa atau demonstrasi berkaitan dengan UU Ciptaker. Publikpun perlu menilai secara obyektif bagaimana fenoma para pengunjuk rasa (para demonstran) dalam menyampaikan pendapat di muka umum yang berujung tindakan anarkis. Karena tidak ada satu pun peserta aksi demontrasi atau pimpinan demonstran yang damai ditangkap polisi.
Sehingga publik dapat bersikap adil juga terhadap tindakan anggota Polri saat penangan aksi unjuk rasa. Karena Polri bertindak berdasarkan aturan-aturan hukum yang berlaku.
Jika ada pimpinan organisasi tertentu, yang harus berhadapan dengan hukum, itu karena polisi memiliki bukti dugaan tindak pidana yang ini akan diuji di pengadilan.