Tribratanews.polri.go.id - Jakarta. Pengamat Kepolisian, Irjen Pol (Purn) Sisno Adiwinoto menyatakan bahwa status Polri di bawah presiden sudah benar. Penilaian tersebut menyusul adanya usulan agar Polri berada di bawah kementerian.
“Sudah benar dan sangat tepat Polri di bawah presiden bukan di bawah kementerian," ujar Irjen. Pol. (Purn.) Sisno Adiwinoto melalui keterangan tertulis, Senin (3/1/2022).
Menurutnya, bahwa sistem kepolisian di dunia terbagi menjadi tiga yaitu Sentralistik seperti di Perancis, Italia, China, Philipina, Thailand, Malaysia; Tersebar (fragmented) seperti di Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Belgia; dan Integral seperti di Jepang, Jerman, Australia, Selandia Baru. Polri saat ini tengah menuju Sistem Integral, tetapi masih Sentralistik.
Ia menilai, Polri pernah memakai Sistem Tersebar sejak Proklamasi Kemerdekaan sampai dengan 30 Juni 1946, di mana ada Polisi Surabaya, Polisi Medan, Polisi Bandung dan Polisi Makassar dengan sebutan Hoof Bireuo.
Purnawirawan Polri Bintang Dua itu pun juga menegaskan bahwa tidak ada satu sistem kepolisian yang dianut secara seragam atau sama di seluruh dunia, hal tersebut bergantung dari sejarah terbentuknya organisasi kepolisian, aturan konstitusinya, dan undang-undang yang berlaku.
"Perlu wawasan dan pengalaman yang berdasar “Fakta bukan Mitos”, jangan sampai hanya karena mengetahui atau mendengar suatu negara menempatkan organisasi polisi berada di bawah suatu Kementerian, lantas ingin menerapkan dengan mengusulkan organisasi polisi di Indonesia yaitu Polri harus di bawah suatu kementerian," tegasnya.
Ia juga menambahkan bahwa sesungguhnya ide tersebut bukan saja merupakan “pendapat yang sudah usang” yang sudah sering digulirkan mungkin karena adanya kepentingan tertentu atau merupakan ide yang sembarangan dan yang pasti mungkin karena “kurang memahami sistem kepolisian di dunia maupun sistem kepolisian yang berlaku di Indonesia”.
Khusus untuk Indonesia, penempatan organisasi Polri sekarang ini, sudah sesuai dengan konstitusi yaitu UUD 1945, sebagai negara hukum harus mengikuti aturan Ketetapan MPR Nomor VII Tahun 2000, dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002.
"Oleh karenanya usulan menempatkan organisasi Polri harus berada di bawah kementerian adalah pemikiran yang inkonstitusional dan mengingkari Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara hukum," katanya.
Bahkan, tidak dipahaminya prinsip-prinsip dasar meliputi tugas-wewenang administrasi dibidang keamanan dan ketertiban umum sebagai bagian dari kekuasaan Presiden dalam penyelenggaraan pemerintahan yang bersifat umum, khususnya kekuasaan menyelenggarakan Administrasi Negara.
Dalam konteks ini, tugas memelihara, menjaga, dan menegakkan keamanan dan ketertiban umum merupakan tugas-wewenang paling awal dan tradisional dari setiap pemerintahan.
"Bahkan, dapat dikatakan bahwa asal mula pembentukan negara dan pemerintahan yang pertama-tama ditujukan pada usaha memelihara, menjaga, dan menegakkan keamanan dan ketertiban umum. Tugas semacam itu terdapat juga dalam tujuan membentuk Pemerintahan Indonesia Merdeka sebagaimana disebutkan dalam Alinea IV Pembukaan UUD 1945 yg antara lain menyebutkan "melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia," jelasnya lebih lanjut.
Hipotesis atau asumsi-asumsi Teori Perjanjian tentang asal mula negara (Thomas Hobbes, John Locke, dan J.J. Rousseau) berpangkal dari state of nature yg bagaimanapun tenteramnya suatu negara akan selalu mengandung ancaman bagi keselamatan individu atau kelompok selama tidak ada negara atau pemerintah yang menjamin keamanan dan ketertiban. Thomas Hobbes dalam bukunya "Leviatan" menggambarkan situasi negara atau pemerintahan itu sebagai “Homo homini lupus bellum omnium contra omnes" semua orang selalu dalam keadaan bermusuhan satu sama lain (every man againt every man).
Oleh karena itu, untuk menegakkan hukum, ketertiban dan keamanan harus ada alat negara (polisi) yang sekaligus melaksanakan tugas-wewenang administrasi Presiden di bidang keamanan dan ketertiban.
Kemudian, Sistem administrasi kepolisian di semua negara terkait dengan sistem administrasi negara, sistem peradilan pidana, dan sistem keamanan negara dari negara tersebut.
Demikian pula negara Indonesia, walaupun ada Amandemen UUD 1945, namun suatu fakta bahwa semenjak 1 Juli 1946, Polri merupakan Kepolisian Nasional yang berada di bawah Perdana Menteri/Presiden.
Lalu, dengan penempatan Polri di bawah Presiden, memungkinkan Kapolri untuk ikut dalam Sidang Kabinet agar situasi dapat secara langsung mengikuti perkembangan situasi nasional sehingga dapat bertindak cepat dalam mengatasi setiap masalah aktual dan strategis.
Keikutsertaan Kapolri dalam Sidang Kabinet, bukan berarti Kapolri merupakan Mentri sebagai bagian dari anggota kabinet, namun hanya sebagai "cabinet member", tepatnya Pejabat Negara Setingkat Menteri.
Kedudukan Polri dalam sistem ketatanegaraan yang berada di bawah Presiden, memiliki makna bahwa Polri sebagai perangkat pemerintah Pusat yang lingkup wewenangnya meliputi seluruh wilayah Indonesia.
Satuan kewilayahan Polri (Polda di level Provinsi, Polres di level kabupaten/kota, dan Polsek di level kecamatan) merupakan perangkat Kepolisian Negara Republik Indonesia di Daerah, bukan perangkat daerah.
"Baik UUD 1945, Tap MPR No. VII/MPR/2000, maupun UU No. 2 Tahun 2002, menegaskan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yg menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat serta menegakkan hukum," katanya.
Sebagai Alat Negara, Polri berada di bawah dan bertanggung-jawab kepada Presiden selaku Kepala Negara (Head of State). Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut di atas, adalah sudah benar dan sangat tepat Polri berada langsung di bawah Presiden bukan di bawah menteri.
(my/bq/hy)