Tribratanews.polri.go.id - Masyarakat harus paham, bahwa upaya Polri untuk bisa menangkap dan membawa para tersangka kasus penistaan agama yang sudah bermukim atau lari ke luar negeri adalah hal yang tidak mudah.
Sebut saja, Paul Zhang yang mengaku sebagai Nabi ke-26, yang disebut-sebut berada di Jerman. Kedua, Syaifudin Ibrahim yang meminta Kemenag menghapus 300 ayat Al Quran karena mengandung unsur kekerasan, yang dikabarkan tengah berada di Amerika Serikat.
Keduanya, hingga saat ini masih berkeliaran bebas dan Polri belum bisa menangkap dan membawa keduanya ke Indonesia.
Tentu saja, upaya yang bisa dilakukan Polri, jika mereka sudah menjadi tersangka adalah mengusulkan kepada pihak Interpol, agar mengeluarkan Red Notice, yang memungkinkan aparat kepolisian di negara manapun, untuk menanglap mereka dan mengekstradisikannya ke Indonesia. Namun, penerbitan Red Notice oleh Interpol, juga masih menjadi kendala tersendiri. Sebagian besar kasus-kasus penistaan agama, bukan dianggap sebagai kasus pidana oleh negara-negara lain, sehingga jarang pihak Interpol mau mengeluarkan Red Notice untuk kasus-kasus jenis ini.
Menurut praktisi komunikasi, dalam kasus-kasus seperti ini masyarakat harusnya juga bisa mengetahui hal-hal yang terkait masalah yurisprudensi dalam penanganan perkara. Polri pasti akan menangkap penista agama, seperti M Kece atau yang lainnya, jika mereka berada di Indonesia, namun jika wilayah yurisdiksi ada di negara lain, Polri tidak akan bisa melakukannya, kecuali mempercayakannya pada Interpol atau polisi di negara bersangkutan. Intinya, Polri pasti sudah melakukan yang terbaik, yang mungkin dan yang bisa dilakukannya uutuk penanganan kasus-kasus tersebut.