Tribratanews.polri.go.id - Jakarta. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memaparkan soal modus-modus pelanggaran etik dalam Pemilu. Pemaparan tersebut disampaikan oleh Anggota DKPP J. Kristiadi dalam Rapim Polri tahun 2023 di Jakarta, Kamis (9/2/2023).
Kristiadi menyampaikan 14 kategori modus-modus pelanggaran etik. Salah satu modus pelanggaran adalah adalah soal memengaruhi netralitas, imparsial, dan independensi. Kemudia, ada pula modus manipulasi voting berupa mengurangi, menambahkan, atau memindahkan perolehan suara dari satu peserta Pemilu ke peserta Pemilu lainnya, perbuatan mana menguntungkan dan/atau merugikan peserta Pemilu satu dengan lainnya.
Baca juga : Kapolri: TNI-Polri Pastikan Pemilu 2024 Aman Di Wilayah DOB Papua
Suap terhadap petugas juga menjadi salah satu modus pelanggaran etik yang dipaparkan. "Pemberian sejumlah uang atau barang atau perjanjian khusus kepada penyelenggara Pemilu dengan maksud memenuhi kepentingan pemberinya atau untuk menguntungkan dan/atau merugikan pihak lain dalam kepersertaan suatu Pemilu (candicacy). Termasuk di dalamnya vote buying, money politics dan election bribery," ujarnya dalam paparan.
Pelanggaran etik selanjutnya adalahUn-Equal Treatment yang berarti perlakuan yang tidak sama atau berat sebelah kepada peserta Pemilu dan pemangku kepentingan lain. Lalu ada Infringements of the right to vote, yang berarti pelanggaran terhadap hak memilih warga negara dalam Pemilu berupa pemberian keterangan yang tidak benar mengenai orang lain tentang suatu hal yang diperlukan dalam pengisian daftar pemiliKemudian, Vote and Duty Secrecy berarti ecara terbuka memberitahukan pilihan politiknya dan menanyakan pilihan politiknya dalam Pemilu kepada orang atau pemilih lain. Lalu, Conflict of Interest atau benturan kepentingan, misalnya tidak mengumumkan adanya hubungan, baik personal maupun profesional yang berpeluang menimbulkan persepsi adanya benturan kepentingan.
Abuse of Power juga merupakan salah satu bentuk pelanggaran etik. Abuse of Power berarti memanfaatkan posisi jabatan dan pengaruh-pengaruhnya, baik atas dasar kekeluargaan, kekerabatan, otoritas tradisional atau pekerjaan, untuk mempengaruhi pemilih lain atau penyelenggara Pemilu demi mendapatkan keuntungan-keuntungan pribadi.
Berikutnya, Sloppy Work of Election Process yang berarti ketidakcermatan atau ketidaktepatan atau ketidakteraturan atau kesalahan dalam proses Pemilu berupa kelalaian yang menyebabkan rusak atau hilangnya berita acara pemungutan dan penghitungan suara. Kemudian Intimidation and Violence yang berarti melakukan tindakan kekerasan atau intimidasi secara fisik maupun mental untuk mendapatkan keuntungan tertentu.
Selanjutnya, broken or breaking of the Laws yakni melakukan tindakan atau terlibat dalam pelanggaran hukum dimana anggota KPU dan jajaran sekretariat dengan sengaja melakukan tindak pidanan Pemilu dalam pelaksanaan kampaye Pemilu. Lalu ada pula Absence of Effective Legal Remedies yang artinya kesalahan yang dapat ditoleransi secara manusiawi sejauh tidak berakibat rusaknya integritas penyelenggaraan Pemilu, juga hancurnya independensi dan kredibilitas penyelenggara Pemilu.
The Fraud of Voting Day juga menjadi salah satu pelanggaran etik pemilu. "Kesalahan-kesalahan yang dilakukan penyelenggara Pemilu pada hari pemungutan dan penghitungan suara misalnya mengizinkan pemilih yang belum memenuhi syarat melakukan pencoblosan, mengubah atau merusak daftar hadir dan daftar nama pemilih, menghalangi pemilih yang memenuhi syarat untuk memilih, membiarkan pemilih mencoblos lebih dari satu kali," jelasnya.
Lebih lanjut, ada pula pelanggaran etik berupa konflik Internal. Pelanggaran ini bisa terjadi baik intraorganisasi ataupun intern organisasi sehingga berujung pada adanya pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu.
(ndt/af/hn/um)