Tribratanews.polri.go.id – Jakarta. Provinsi Papua dulu dikenal dengan Irian Jaya. Provinsi tersebut merupakan wilayah Indonesia paling Timur yang dulu dikuasai oleh Belanda. Papua sempat ingin dipisahkan dari Indonesia. Tetapi rencana tersebut dihalangi oleh para pahlawan nasional dari Papua.
Perjuangan putra-putri asli Papua dalam mempertahankan wilayahnya dari penjajah bukanlah hal yang mudah. Oleh karena itu, mereka ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional oleh pemerintah untuk menghargai dan mengenang jasa-jasa mereka.
Inilah lima tokoh asli Papua yang menjadi pahlawan Indonesia, dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia seperti dilansir dari rri.co.id, Selasa (15/8/23).
1. Frans Kaisiepo
Frans Kaisiepo merupakan putra bangsa asli Papua yang diberikan gelar pahlawan nasional Indonesia. Frans sangat berjasa dalam kemerdekaan Republik Indonesia. Frans Kaisiepo lahir di Wardo, Biak pada 10 Oktober 1921. Frans meninggal dunia pada 10 April 1979, tepatnya pada usia 57 tahun.
Dalam konferensi Malino tahun 1946, Frans berperan sebagai perwakilan dari Papua. Konferensi yang membahas terkait pembentukan Republik Indonesia Serikat. Frans juga merupakan orang pertama yang mengibarkan bendera Merah Putih. Sekaligus, menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya di Tanah Papua. Selain itu, Frans pernah menjabat sebagai Gubernur Papua antara tahun 1964-1973. Untuk mengenang perjuangannya, namanya diabadikan sebagai nama Bandar Udara Frans Kaisiepo di Biak. Namanya juga melekat pada satu KRI. Yaitu, KRI Frans Kaisiepo dengan nomor 368.
Pada tanggal 19 Desember 2016, sosok Frans Kaisiepo diabadikan dalam uang kertas Rupiah. Tepatnya, pada pecahan Rp10 ribu.
2. Marthen Indey
Marthen Indey lahir di Doromena, Papua pada 14 Maret 1912. Ia wafat pada 17 Juli 1986. Gelar pahlawan nasional melekat pada Marthen, setelah ditetapkan oleh pemerintah. Berdasarkan Surat Keputusan Presiden No. 077/TK/1993 tanggal 14 September 1993.
Marthen merupakan seorang polisi Belanda, tetapi ia mendukung penuh Indonesia. Jiwa nasionalisme membawanya dalam sebuah pemberontakan melawan Belanda di Irian Barat pada Desember 1945.
Aksi protes dilakukan terhadap pemerintah Belanda, karena berencana memisahkan Irian Barat dari Kesatuan Indonesia. Atas aksinya tersebut, Marthen ditawan oleh Belanda di hulu Digul selama tiga tahun. Berkat perjuangan yang dilakukan Marthen terhadap Indonesia. Pada 1963-1968, ia diangkat menjadi anggota MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara).
Baca Juga: Sambut HUT RI ke-78, KAI Hadirkan Diskon Khusus Tiket Kereta Api
3. Johannes Abraham Dimara
Johannes Abraham Dimara merupakan seorang Mayor TNI. Beliau lahir di Korem, Biak Utara, Papua, pada 16 April 1916. Ia wafat di usia 84 tahun pada 20 Oktober 2000, di Jakarta. Perjuangan Mayor Johannes sangat besar untuk kemerdekaan Indonesia.
Salah satunya, memperjuangkan dalam pengembalian wilayah Irian Barat ke Republik Indonesia. Beliau juga turut andil dalam Pengibaran Bendera Merah Putih di Namlea, Pulau Buru pada 1946. Kemudian di tahun 1950, Mayor Johannes pernah menjabat sebagai Ketua OPI (Organisasi Pemberantasan Irian Barat). Beliau kemudian ditawan oleh tentara Kerajaan Belanda. Beliau sempat dibuang ke Digul akibat infiltrasi yang dilakukan pada tahun 1954. Pada akhirnya dia dibebaskan pada tahun 1960.
4. Silas Papare
Silas Papare lahir di Serui pada 18 Desember 1918. Beliau meninggal pada 7 Maret 1979 di umur 60 di Serui, Papua. Silas merupakan sosok yang berjasa dalam sejarah Papua. Ia terlibat dalam perjuangan penyatuan Irian Jaya (Papua) ke dalam wilayah Indonesia.
Pada saat itu, Belanda ingin memisahkan Irian Jaya dari Indonesia. Pada Oktober 1949, Ia membangun Badan Perjuangan Irian di Yogyakarta. Hal ini, dalam upaya membantu memasukkan wilayah Irian Barat ke wilayah RI. Saat New York Agreement, Silas merupakan salah satu delegasi dari Papua.
Silas dipilih langsung oleh Soekarno yang ditandatangani pada 15 Agustus 1962. Untuk mengenang jasanya namanya diabadikan dalam beberapa tempat. Terdapat Monumen Silas Papare yang berada di dekat pelabuhan Serui. Lalu, Sekolah Tinggi Ilmu Sosial Politik (STISIPOL) Silas Papare yang berada di Jalan Diponegoro, Jayapura. Namanya juga diabadikan dalam Kapal Perang Korvet kelas Parchim TNI AL. Yakni, KRI Silas Papare dengan nomor 386.
5. Machmud Singgirei Rumagesan
Machmud Singgirei Rumagesan lahir di Kokas pada 27 Desember 1885 dan wafat pada 5 Juli 1964. Singgirei adalah Raja muda di Fakfak. Ia menjabat sebagai Raja Sekar di usia 21 tahun dengan gelar Raja Al Alam Ugar Sekar. Yang mengartikan, Raja yang lahir dan tumbuh tanpa pengaruh dan kuasa dari kerjaan lain.
Singgirei memimpin Gerakan Tjendrawasih Revolusioner Irian Barat (GTRIB) pada 1953. Kemudian juga, memimpin Gerakan Organisasi Pemuda Cendrawasih Muda. Gerakan yang dilakukannya, dalam upaya membantu Pemerintah Indonesia untuk memperjuangkan pembebasan Irian Barat dari kolonial Belanda. Ia sempat beberapa kali ditawan oleh Belanda.
Ia mendekam di beberapa penjara seperti Saparu, Sorong-Doom, hingga diasingkan ke Makassar. Akhirnya, perjuangan berbuah manis saat Irian Barat berhasil merdeka pada Desember 1949. Ini membawanya menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Tepatnya, pada periode 1959-1965.
(ek/pr/nm)