Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Ajak Masyarakat Ciptakan Dunia Setara Bagi Perempuan dan Laki-laki

19 April 2022 - 17:18 WIB
sumber : https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/29/3858/menteri-pppa-mari-ciptakan-dunia-yang-setara-bagi-perempuan-dan-laki-laki

Tribratanews.polri.go.id – Jakarta. Perkawinan anak saat ini masih menjadi isu nasional yang perlu mendapatkan perhatian dan sinergi multisektor. Terlebih pada masa pandemi Covid-19. Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Agustina Erni mengatakan pada masa pandemi Covid-19 terjadi peningkatan pengajuan dispensasi kawin di beberapa daerah di Indonesia. Beberapa alasan maraknya perkawinan anak, yakni menghindari zina, akibat belum meratanya pemahaman kesehatan reproduksi yang komprehensif, dan faktor ekonomi.

“Berdasarkan data Badan Peradilan Agama (Badilag) pada 2019 terdapat 25.280 kasus pengajuan dispensasi kawin. Pada 2020 angka ini melonjak hingga 65.301 kasus dan pada 2021 masih tinggi dengan jumlah 63.350 kasus. Artinya terdapat peningkatan sekitar 300 persen. Berdasarkan data yang kami terima, dispensasi kawin tertinggi berada di daerah Jawa, yaitu di Pengadilan Agama Kota Surabaya, Pengadilan Agama Kota Semarang, dan Pengadilan Agama Kota Bandung,” ujar Erni, di Jakarta.

Menurut Erni, hal ini juga didorong oleh adanya peningkatan batas usia kawin 16 tahun menjadi 19 tahun sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

“Perkawinan anak bukan hal yang bisa kita anggap remeh karena berdasarkan informasi yang kami terima dari Badilag, pada umumnya usia perkawinannya hanya bertahan 1-2 tahun. Jika terdapat sekitar 65 ribu pasangan yang mengajukan dispensasi kawin dan misalnya satu (1) keluarga tersebut memiliki satu (1) atau dua (2) anak, artinya maka bisa mencapai 130 ribu anak yang terancam mendapatkan pengasuhan tidak layak,” tutur Erni.

Erni mengatakan perkawinan anak menimbulkan berbagai dampak negatif, seperti risiko kematian ibu karena melahirkan di usia muda, stunting, meningkatnya angka kemiskinan, dan masih banyak lagi. “Kondisi ini sudah pasti akan memengaruhi pencapaian target yang ada dalam Sustainable Development Goals (SDGs), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), maupun Strategi Nasional Pengurangan Perkawinan Usia Anak,” ungkap Erni.

Namun demikian, Erni menyebutkan pengesahan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual pada 12 April 2022 lalu menjadi sebuah langkah progresif dalam mencegah meningkatnya angka perkawinan anak di Indonesia. “Dalam Pasal 10 telah diatur ketentuan perihal jerat pidana bagi pelaku pemaksaan perkawinan yang dapat diancam pidana penjara paling lama 9 tahun dan/atau pidana denda paling banyak 200 juta. Dalam Pasal 11 dijelaskan bahwa selain pidana penjara dan denda, pelaku dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak asuh anak,” jelas Erni.

Selain itu, KemenPPPA juga telah melakukan berbagai upaya pencegahan dan penanganan perkawinan anak, salah satunya penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Dispensasi Kawin. “Saat ini RPP tersebut sedang berproses di Sekretariat Negara. RPP ini akan mengatur bagaimana Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat dapat melakukan koordinasi, sinkronisasi, dan sinergi bersama serta diikuti upaya peningkatan kapasitas Hakim Pengadilan Agama,” ujar Erni.

Sebelumnya, KemenPPPA bersama Majelis Ulama Indonesia telah melakukan Deklarasi Pendewasaan Usia Kawin dengan 8 Menteri dan komitmen 6 lintas agama sebagai upaya pencegahan perkawinan anak. “Penurunan perkawinan anak merupakan upaya lintas sektor, baik dari Pemerintah, lembaga masyarakat, dunia usaha, media, perguruan tinggi, tokoh agama, dan tokoh masyarakat. Perkawinan anak merupakan kejahatan kepada anak karena telah melanggar dan mencederai hak-hak mereka. Mari kita saling bersatu padu, terus gencarkan cegah perkawinan anak, mulai dari keluarga teman, masyarakat ditempat kerja, demi kepentingan terbaik anak,” tutup Erni.

Sumber : kemenpppa.go.id
[10.16, 19/4/2022] Muhamad fauzi: Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Ajak Masyarakat Ciptakan Dunia Setara Bagi Perempuan dan Laki-laki

Tribratanews.polri.go.id – Jakarta. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga mengajak seluruh elemen di Indonesia agar menghimpun kekuatan bersama, bergerak, dan memperjuangkan kesetaraan gender untuk menciptakan dunia yang setara bagi perempuan dan laki-laki. Menurutnya, diperlukan kerja keras bersama menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi dan kesenjangan gender guna menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang unggul dan berdaya saing.

“Hingga saat ini, perempuan masih dikategorikan sebagai kelompok rentan yang mengalami stigmatisasi, marginalisasi, kekerasan berbasis gender dan diskriminasi, serta ketimpangan dalam mendapatkan akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat pembangunan yang setara dengan laki-laki. Maka, menjadi tugas kita bersama untuk menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi dan kesenjangan gender bagi perempuan, khususnya di dunia kerja,” ujar Menteri PPPA pada Webinar Economic Breaking the Glass Ceiling: Women Leaders on Economic Empowerment, Senin (18/4).

Budaya patriaki yang mendarah daging secara turun-temurun di masyarakat merupakan akar masalah dari ketidaksetaraan yang dirasakan oleh perempuan, meskipun Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan berbagai perundang-undangan lainnya telah mengamanatkan jaminan perlindungan dan kesetaraan bagi seluruh rakyat Indonesia, termasuk perempuan.

Menteri PPPA menyampaikan proses-proses pengambilan keputusan di kalangan masyarakat maupun pemerintah belum sepenuhnya berperspektif gender sehingga kebutuhan perempuan acap kali tidak terakomodasi. Perempuan memiliki kebutuhan-kebutuhan khusus, baik secara fisiologis, seperti menstruasi, hamil, dan menyusui sehingga diperlukan strategi khusus dan spesifik demi memenuhi kebutuhan tersebut. Meskipun demikian, hal tersebut bukan menjadi alasan bagi siapapun untuk mengesampingkan pemenuhan kebutuhan spesifik perempuan, atau bahkan memandang perempuan sebagai beban.

“Pada kenyataannya, berdasarkan hasil penelitian dari International Labor Organization (ILO) pada Juni 2020, upaya pengarusutamaan gender di lingkungan kerja membawa keuntungan luar biasa pada proses bisnis mereka. Meningkatnya keragaman gender meningkatkan profitabilitas dan produktivitas, mempertahankan sumber daya manusia, serta meningkatkan kreativitas secara signifikan. Dalam penelitian ILO tersebut, perusahaan melaporkan peningkatan profit bahkan hingga mencapai upaya 20 persen akibat upaya-upaya pengarusutamaan gender,” tutur Menteri PPPA.

Lebih lanjut, Menteri PPPA menerangkan demi kemajuan bersama, maka diperlukan keterlibatan aktif dalam memangkas praktik-praktik patriaki, terutama yang menghambat perempuan dalam menjemput berbagai kesempatan. Hal tersebut menjadi penting karena perempuan adalah kekuatan dalam seluruh sendi kehidupan. Masa depan sebuah bangsa turut bergantung kepada sejauh mana perempuan bisa mengambil peran, menjadi pemimpin, dan membuat perubahan.

Pemimpin Redaksi HerStory.co.id, Clara A. Sukandar menjelaskan sejatinya aspek pembangunan negara yang terpenting adalah dalam ranah ekonomi. Namun faktanya, dalam ranah tersebut hingga saat ini masih terjadi ketimpangan gender, dimana laki-laki masih mendominasi. Hal tersebut memberikan dampak buruk bagi perempuan, salah satunya benturan yang sering terjadi dimana sulit bagi perempuan dan kelompok minoritas untuk menaiki anak tangga kesuksesan, menempati posisi tertinggi atau pimpinan. Fenomena tersebut disebut dengan Glass Ceiling. Fenomena Glass Ceiling kerap ditemui di lingkungan kerja dimana umumnya diskriminasi tersebut terjadi pada perempuan dan kelompok minoritas lainnya, seperti penyandang disabilitas.

“Fenomonena Glass Ceiling ini adalah persoalan struktural. Untuk itu, perlu adanya redefinisi pemahaman-pemahaman tentang suatu jabatan. Berhentilah memegang prinsip maskulinitas dimana suatu jabatan atau posisi strategis tertentu hanya bisa ditempati oleh laki-laki. Kemudian, kita juga harus mengimplementasikan kebijakan-kebijakan yang mengakomodasi dan berpihak pada perempuan. Hilangkanlah bias gender sehingga tidak ada lagi yang merasa satu jenis kelamin tertentu lebih unggul atau dirugikan karena kita semua adalah sama dan setara,” terang Clara.

Di kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan, Lucia Rizka Andalusia; Head of Commercial Business Development PT HM Sampoerna Tbk, Rima Tanago; Direktur Keuangan dan Administrasi PT Elnusa Petrofin, Hanny Retno Hapsari; dan Direktur Perbenihan Holtikultura Kementerian Pertanian, Inti Pertiwi Nashwari, menyampaikan praktik baik serta pengalaman pribadi dalam mencapai posisi strategis sebagai pemimpin perempuan di ranahnya masing-masing.

Keempat pemimpin perempuan tersebut memiliki suara yang sama, yakni perempuan mampu menjadi pemimpin yang tangguh bila diberikan kesempatan dan perempuan memiliki potensi luar biasa untuk mengubah dunia. Marilah sama-sama bekerja keras untuk menghapus segala bentuk diskriminasi dan kesenjangan gender untuk Indonesia yang lebih maju.

Sumber : kemenpppa.go.id

in PPPA

Share this post

Sign in to leave a comment