Tribratanews.polri.go.id - Jakarta. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA), Bintang Puspayoga mengecam keras kasus penganiayaan terhadap anak perempuan usia lima tahun hingga meninggal dunia yang diduga dilakukan oleh ayah kandung, nenek tiri dan ibu tiri. Menteri PPPA mendesak aparat penegak hukum memastikan dan menindak tegas pelaku dan tidak memberikan sedikit pun toleransi terhadap pelaku.
“Saya sangat berduka dan geram atas peristiwa penganiayaan terhadap seorang anak kecil usia lima tahun hingga meninggal dunia di tangan orang tuanya sendiri. Tidak ada alasan apapun yang membolehkan orang tua melakukan kekerasan fisik dan verbal terhadap anak sekalipun itu dalam rangka mendidik. Anak berhak mendapatkan pengasuhan yang baik dan mendapat perlindungan dan kasih sayang dari orang tuanya,” tegas Menteri Bintang, Kamis (26/05/2022).
Menteri PPPA mengapresiasi langkah cepat Polres Gorontalo yang telah cepat merespons pengaduan pihak keluarga serta menangkap ketiga terduga pelaku dan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Gorontalo dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A)Kota Gorontalo yang melakukan pendampingan terhadap kasus ini. Ia mengharapkan penegakan hukum dalam kasus ini dengan menjatuhkan sanksi hukum yang berat terhadap pelaku sehingga menjadi efek jera bagi pelaku dan orang lain.
Menteri PPPA menegaskan, kasus ini hendaknya mengingatkan semua pihak terhadap pentingnya pengasuhan anak di dalam keluarga dan penguatan peran keluarga. Keluarga harus menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi anak dari segala ancaman fisik dan psikis untuk mendukung tumbuh kembang anak. Akan tetapi, faktor ekonomi dan ketidakharmonisan orang tua sering kali menjadi latar belakang pemicu terjadinya kekerasan di dalam keluarga dan diharapkan hal ini menjadi perhatian semua pihak.
"Keluarga jangan menjadi tempat yang rawan terhadap segala bentuk kekerasan anak. Sangat penting menguatkan kembali peran keluarga sebagai pondasi utama dalam menjaga dan melindungi seluruh anggota keluarga dari perilaku kekerasan sehingga menjadi langkah preventif dalam mencegah kasus kekerasan dalam keluarga," kata Menteri PPPA.
Menteri PPPA mengatakan KemenPPPA akan terus melakukan penguatan kapasitas kelembagaan agar menjadi alat deteksi dini kasus-kasus kekerasan di tingkat desa/kelurahan. Ia juga meminta masyarakat untuk berani bicara dan mengungkap kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan dengan melaporkan kasusnya melalui call center Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 dan WhatsApp 08111 129 129.
Sementara itu, Deputi Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar menambahkan pihaknya mendapatkan laporan dari tim UPTD PPA Provinsi Gorontalo, korban baru datang ke Gorontalo diantar oleh saudaranya sebulan lalu dari Kotamobagu untuk diasuh oleh ayah kandungnya (KK) 32 tahun. Bukannya tinggal bersama ayahnya, korban justru tinggal bersama nenek tirinya (SI) 66 tahun dan saudara perempuan tiri (9) disebuah kamar kos. Sementara ayah kandung bersama ibu tiri korban (SWA) 27 tahun, mengontrak di tempat lain bersama anak mereka usia 1 tahun 3 bulan.
Sejak datang ke Gorontalo, korban ternyata selalu mendapat penganiayaan dari ayah kandung, ibu tiri dan nenek tirinya. Korban dengan tega ditampar, ditendang, dipukuli dengan sapu, sikat kamar mandi baik oleh nenek tiri, ayah kandung dan ibu tirinya hingga badannya memar. Bahkan neneknya yang seorang pecandu rokok juga sering menyundut tubuh korban dengan rokok di tangannya. Nahar mengatakan yang sangat memprihatinkan, karena sering menerima kekerasan fisik, korban sampai tidak sadarkan diri menjelang meninggal di kamar kos nenek tirinya. Pada saat itu, korban pun tidak segera tidak segera mendapatkan pertolongan medis. Meski akhirnya dibawa ke rumah sakit ternyata korban tidak sudah tidak tertolong lagi dan dinyatakan dokter telah meninggal dunia, pada 18 Mei 2022.
“Kekerasan itu terjadi, alasannya si korban dianggap nakal, susah mau makan dan sering mengambil barang atau uang milik neneknya tanpa izin. Korban juga sering menjadi pelampiasan kemarahan orang tuanya ketika bertengkar,” kata Nahar.
KemenPPPA tentunya mendukung pihak Polres Gorontalo Kota yang memberikan ancaman hukuman berdasarkan Pasal 76C jo Pasal 80 ayat (3), (4) UU 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dengan pidana paling lama 20 tahun penjara, dan/atau denda paling banyak Rp3 miliar.
“Polres Kota Gorontalo telah mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke Kejaksaan Negeri Kota Gorontalo dan anak pelaku berusia 1 tahun 2 bulan kini berada di Rumah Aman. Kakak tiri korban yang menjadi saksi atas kasus tersebut juga akan mendapat pendampingan,” kata Nahar.
Nahar menambahkan Tim SAPA 129 KemenPPPA akan terus berkoordinasi dengan Dinas P3A Kota Gorontalo dan mengawal proses hukum yang berlangsung termasuk memantau pendampingan psikologis bagi anak pelaku, yaitu kakak tiri dan adik korban.
Terkait penanganan yang telah dilakukanKemenPPPA, Nahar menjelaskan Tim SAPA 129 telah berkoordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) Kota Gorontalo dan telah menerima informasi saat ini kasus sedang dalam proses penanganan oleh PPA Polres Kota Gorontalo dan dan didampingi oleh Dinas P3A.
“Kami terus berkooordinasi dengan dinas daerah, terinfo tim Dinas P3A telah berangkat ke Kotamobago bersama UPTD Kotamobagu untuk selanjutnya intervensi terhadap anak bawaan dari TSK ibu sambung yang berusia 8 tahun yg merupakan saksi mahkota pada saat kejadian untuk terus mendapatkan pendampingan,” ungkap Nahar.
Nahar mengatakan terkait rencana tindak lanjut Tim SAPA 129 masih terus berkoordinasi dengan Dinas P3A Kota Gorontalo untuk terus mendapatkan informasi terbaru dan mengawal proses hukum. Tim SAPA 129 juga masih terus berkordinasi dengan Dinas P3A Kota gorontalo terkait perkembangan pendampingan psikologis bagi anak tersangka yaitu kakak dan adik korban.
Sumber : kemenpppa.go.id