Tribratanews.polri.go.id – Bali. Kasus dugaan menyebarkan berita bohong alias hoax melalui media sosial terkait kuota haji yang dilaporkan ke Polda Bali pada 7 Juli lalu berujung damai, menyusul adanya kesepakatan antara terlapor Raja Nasution dan pelapor Muhammad Ahmadi.
Hal itu disampaikan melalui rilis pers yang ditandatangani kedua pria yang sama-sama berprofesi sebagai pengacara ini. Kedua belah pihak disebut sudah bertemu pada 28 Juli di kawasan Denpasar.
Mereka membahas link berita kuota haji yang dibagikan Raja Nasution ke grup ‘Forum Silaturahmi Muslim’, yang kemudian dilaporkan Muhammad Ahmadi. Hingga diperoleh kesepakatan agar masalah ini diselesaikan secara kekeluargaan.
Apalagi, Grup WhatsApp ‘Forum Silaturahmi Muslim’ diikuti Pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bali yang merupakan tempat untuk silaturahmi, komunikasi dan diskusi.
“Saya secara resmi meminta maaf kepada pelapor Ahmadi, dan beliau memaafkan saya,” ucap Raja Nasution.
Atas perdamaian ini, Muhammad Ahmadi pun segera mencabut Laporan Polisi terhadap Raja dengan Nomor Regristrasi: Dumas/543/VII/2022/SPKT/POLDA BALI.
“Demikian rilis pers ini kami buat dengan sebenarnya dan tanpa ada paksaan dari pihak manapun untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya, sehingga tidak ada persoalan hukum lagi di kemudian hari,” jelasnya.
Sebelumnya, Raja Nasution dilaporkan ke Polda Bali, Kamis (7/7/22). Laporan itu dibuat oleh sesama pengacara bernama Muhammad Ahmadi atas dugaan menyebarkan berita bohong alias hoax melalui media sosial dengan Nomor Registrasi: Dumas/543/VII/2022/SPKT/POLDA BALI.
Kasus ini bermula dari pesan yang dibagikan Raja Nasution ke sebuah grup WhatsApp Forum Silaturahmi Muslim, Kamis (30/6/22). Terlapor sekaligus mencantumkan sebuah link berita tentang Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto yang mengatakan, penambahan kuota haji sebanyak 10 ribu jemaah yang diberikan Pemerintah Arab Saudi kepada Indonesia tidak jadi diambil. Namun, pesan Raja Nasution menyebutkan alasannya karena negara sudah bangkrut.
Ahmadi menilai pesan terlapor sebagai penyebaran informasi bohong yang dapat menyesatkan. Terutama dapat mengganggu masyarakat yang sedang menunggu giliran untuk berangkat haji yang bisa lebih dari 20 tahun.