Tribratanews.polri.go.id - Jakarta. Demensia sejatinya bukan penyakit sungguhan. Kondisi ini adalah sekumpulan gejala yang memengaruhi kemampuan fungsi kognitif otak dalam mengingat, berpikir, bertingkah laku, dan berbicara.
Seperti dilansir dari laman Study Find pada, Sabtu (26/8/23), sebuah studi baru telah menemukan bahwa orang dewasa tua yang mengikuti kelas pembelajaran dapat menurunkan risiko demensia.
Para ilmuwan di Institute of Development, Aging, and Cancer (IDAC) Tohoku University mengatakan bahwa memilih untuk mengikuti kelas keterampilan, bahasa, atau hobi baru di usia paruh baya dapat membantu melindungi otak.
"Di sini kami menunjukkan bahwa orang yang mengikuti kelas pembelajaran apa pun memiliki risiko lebih rendah terkena demensia lima tahun kemudian," ujar penulis studi, Dr. Hikaru Takeuchi.
"Pendidikan orang dewasa juga dikaitkan dengan pelestarian penalaran nonverbal yang lebih baik dengan bertambahnya usia," imbuhnya.
Bekerja sama dengan rekan penulis studi sekaligus seorang profesor, Dr. Ryuta Kawashima, Dr. Takeuchi menganalisis data yang awalnya dikumpulkan oleh UK Biobank. Sebuah proyek penelitian yang sedang berlangsung yang telah mengumpulkan informasi genetik, kesehatan, dan medis dari sekitar setengah juta sukarelawan Inggris.
Mereka menganalisis total 282.421 peserta Biobank untuk penelitian ini secara khusus. Mereka awalnya mendaftar antara tahun 2006 dan 2010 dan berusia 40 hingga 69 tahun pada saat pendaftaran. Para peneliti melacak mereka selama rata-rata tujuh tahun.
Baca Juga: Ahli: Jalan Mundur Dapat Tingkatkan Kesehatan Fisik dan Mental
Kemudian, berdasarkan genotipe setiap orang pada 133 single-locus polymorphisms (SNPs) yang relevan dalam DNA mereka, tim memberi setiap peserta 'skor risiko poligenik' prediktif untuk demensia.
Para orang dewasa ini juga diminta untuk melaporkan apakah mereka pernah mengikuti kelas pembelajaran, tanpa memberikan rincian mengenai frekuensi, mata pelajaran, atau tingkat akademis.
Tim peneliti memilih untuk fokus pada data dari kunjungan pendaftaran awal peserta serta penilaian tindak lanjut ketiga yang dilakukan antara tahun 2014 dan 2018.
Selama kunjungan tersebut, para peserta menyelesaikan serangkaian tes psikologis dan kognitif yang mencakup berbagai hal. Termasuk kecerdasan fluid, memori visuospasial, dan waktu reaksi. Secara keseluruhan 1,1 persen dari orang-orang ini mengalami demensia.
Penulis studi menemukan bahwa orang yang mengikuti kelas pembelajaran pada saat pendaftaran, memiliki risiko 19 persen lebih rendah terkena demensia dibandingkan peserta lainnya.
Hal ini tetap berlaku tanpa memandang etnis. Menariknya, hasilnya tetap serupa bahkan setelah orang-orang dengan riwayat medis diabetes, hiperlipidemia, penyakit kardiovaskular, kanker, atau penyakit mental.
Ia mengusulkan agar uji klinis secara acak dilakukan dalam waktu dekat untuk memvalidasi lebih lanjut efek kognitif protektif dari pendidikan orang dewasa.
"Ini bisa berbentuk uji coba terkontrol di mana satu kelompok peserta didorong untuk berpartisipasi dalam kelas pendidikan orang dewasa, sementara yang lain didorong untuk berpartisipasi dalam intervensi kontrol dengan interaksi sosial yang setara, tetapi tanpa pendidikan," jelasnya.
(sy/hn/nm)