Kejahatan terorisme merupakan extra ordinary crime. Penanganannya pun mesti melibatkan unsur kekuatan bangsa.
Selama ini sinergi TNI dan Polri dalam penanganan aksi kejahatan terorisme sudah berjalan sesuai dengan diharapkan bersama.
Sinergitas TNI dan Polri tidak perlu diragukan lagi dalam penganan kejahatan terorisme. Kondisi itu sekaligus dapat menampik keraguan publik yang menilai unsur TNI kurang banyak dilibatkan dalan penangan kejahatan terorisme.
Selama ini publik salah menduga kalau elemen Polri terlalu mendominasi dalam penanganan dan penanggulangan kejahatan terorisme.
Deputi Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi BNPT, Mayor Jenderal (Mayjen) Hendri Paruhuman Lubis menegaskan ketidaktepatan dugaan publik terkait penanganan kejahatan terorisme. Faktanya, di BNPT lebih banyak unsur TNI dibandingkan personel Polri. Berdasarkam keterangan Mayjen Hendri, di BNPT ada 28 orang orang unsur pimpinan yang diisi oleh personel TNI.
Sedangkan dari personel Polri hanya ada 26 orang. Dengan komposisi BNPT itu sudah jelas tidak ada unsur dominasi Polri dalam kepeminpinan di BNPT.
Bahkan dari penjelasan Deputi Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi BNPT, di unsur pimpinan institusi itu bukan hanya diisi dari TNI dan Polri saja tetapi juga diisi oleh 17 instansi lain.
Pemberantasan kejahatan terorisme tidak bisa ditanggulangi oleh satu pihak saja. Dalam pemberantasan kejahatan terorisme membutuhkan sinergi dari semua pihak.
Walaupun dalam penegakan hukum terhadap kejahatan tetorisme di lapangan itu domainnya Polri yang dijalankan oleh Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror. Namun Pemberantasan kejahatan terorisme itu juga meliputi pencegahan dan program deradikalisasi.
Program pencegahan kejahatan terorisme dan program deradikalisasi sudah pasti membutuhkan sinergi TNI, Polri, dan instansi lain termasuk juga melibatkan tokoh masyarakat.
Apa lagi dalam program pemberantasan terorisme dijalankan pendekatan lunak, pendekatan keras, dan kerjasama internasional.
Pendekatan lunak berupa program kontra radikalisasi dan program deradikalisasi. Pada prinsipnya untuk menjalankan program itu adalah koordinasi lintas sektoral, pelibatan kementerian dan lembaga, partisipasi publik, serta kearifan lokal.
Pendekatan keras berupa penegakan dan tindakan hukum dijalankan oleh Deputi Penindakan dan Pembinaan Kemampuan yang berkoordinasi dengan Densus 88 Antiteror Polri. Prinsip yang ditekankan dalam pendekatan keras adalah koordinasi lintas sektoral, supremasi hukum dan pelaksanaannya menghormati HAM.
BNPT juga menjalin kerjasama internasionsl dalam penanganan dan penanggulangan terorisme dengan tetap menghargai kedaulatan negara masing-masing.
Strategi pencegahan terhadap terorisme bahkan mengutamakan pelibatan masyarakat yang rentan terpapar. Strategi ini melibatkan unsur pemerintah, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pendidikan, tokoh agama, tokoh adat, tokoh pemuda, LSM, media, dan Ormas. Kesemunya itu kemudian direalisasiksn kedalam Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) yang tersebar di 32 Provinsi Saat ini sedang direncanakan untuk merealisasikan FKPT di Papua dan Papua Barat.
Jadi terkait dengan isu pelibatan TNI dalam penangulangan aksi terorisme, sejatinya hal itu sudah berjalan baik. Oleh karena itu isu pelibatan TNI sudah terwadahi di program-program strategis BNPT.